Karena Ditjen Bea Cukai tidak mau memahami/menanggapi seluruh argumen penolakan/keberatan terhadap Bea Masuk Atas Hak Distribusi Film Impor yang diajukan oleh pihak MPA (Motion Picture Association) ataupun Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi), Bioskop 21, dll, yang mana ketentuan tersebut dianggap tak lazim di negara mana pun di dunia ini, MPA sebagai Asosiasi Produser Film Amerika pun mengambil langkah tegas.
Dengan mempertimbangkan bahwa film bioskop bukan produk olahan pabrik, melainkan karya cipta yang tidak bisa diperjualbelikan, yang merupakan pemberian hak eksploitasi atas hak cipta yang diberikan oleh pemilik film kepada distributor /bioskop, dan penonton hanya membayar tanda masuk untuk bisa menikmatinya dan tidak bisa membawa film sebagai barang.
Dan untuk hasil eksploitasi jasa itu selama ini pemilik film sudah membayar sebesar 15% berupa pajak penghasilan (PPh) kepada negara, maka MPA memutuskan bahwa selama ketentuan bea masuk atas hak distribusi film impor itu diberlakukan, maka seluruh film Amerika Serikat tak akan didistribusikan di seluruh wilayah Indonesia, terhitung sejak hari Kamis, tanggal 17 Februari 2011.
Film-film impor yang baru dan yang 'barang'-nya sudah masuk, seperti BLACK SWAN, TRUE GRIT dan 127 HOURS, yang sudah membayar bea masuk sesuai ketentuan yang berlaku selama ini, tidak akan ditayangkan di Indonesia.
Sedangkan untuk film-film impor yang sedang tayang, bisa dicabut sewaktu-waktu apabila pihak pemilik film impor menyatakan mencabut hak edarnya di Indonesia. Dan akibat langsung dari dicabutnya Hak Distribusi Film Impor untuk Indonesia itu adalah sebagai berikut:
1. Ditjen Bea Cukai/Ditjen Pajak/Pemda/Pemkot/Pemkab akan kehilangan rencana anggaran pendapatan dari film impor sebesar 23,75% atas bea masuk barang, 15% PPh hasil eksploitasi film impor, dan Pemda/Pemkot/Pemkab akan kehilangan 10-15% pajak tontonan sebagai pendapatan asli daerah. 2. Bioskop 21 Cineplex dengan sekitar 500 layarnya, sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor, akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun, sementara film nasional selama baru mampu berproduksi 50-60 judul/tahun. 3. Dengan akan merosotnya jumlah penonton film (impor) ke bioskop, maka eksistensi industri bioskop di Indonesia akan terancam. 3. Nasib 10 ribu karyawan 21 Cineplex dan keluarganya, akan terancam. 4. Penonton film impor di Indonesia akan kehilangan hak akan informasi yang dilindungi UUD. 5. Industri food and beverage, seperti cafe dan resto, akan terkena dampaknya, juga pengunjung ke mall/pusat perbelanjaan, parkir, dll. 6. Industri perfilman nasional harus meningkatkan jumlah produksi dan jumlah kopi filmnya bila ingin 'memanfaatkan' peluang itu, yang berarti harus meningkatkan permodalannya, sementara kecenderungan penonton film Indonesia terus merosot.( news.yahoo.com)
0 komentar :
Post a Comment